Hati Yang Mengampuni

  |  

Mencintai dan dicintai adalah dambaan semua orang. Ayolah, siapa yang tidak ingin? Semua manusia membutuhkannya. Itulah alasan mengapa orang ingin menikah, memiliki sahabat, rekan kerja yang saling mendukung, likes dan viewers di instagram mereka, serta beberapa notifikasi follow back. Tapi yang seringkali tidak mereka sadari adalah bahwa mencintai dan dicintai memiliki sebuah resiko: terluka. Orang yang paling berpotensi untuk melukai kita, adalah mereka yang paling dekat dengan hati kita. Sepasang kekasih saling jatuh cinta dan memutuskan untuk menikah. Selang sepuluh tahun, sang istri mendapati tanda-tanda bahwa suaminya pernah berselingkuh. Kenyataan bahwa suaminya merahasiakannya, malah membuatnya merasa dibohongi dua kali lipat. Apa yang akan kamu lakukan bila kamu menjadi sang istri? Akankah kamu bercerai, balas dendam, atau menerima dia kembali?

Yesus pun pernah dikhianati oleh orang-orang yang paling dekat dengan hatiNya, kedua belas murid yang meninggalkan Dia saat Ia ditangkap. Yesus bahkan tahu bahwa mereka akan mengkhianati Dia malam itu. Tapi Yesus memilih untuk berlutut, mengikat handuk di pinggangNya, lalu menyiapkan air dalam sebuah wadah, dan membasuh semua kaki muridNya, termasuk kaki Petrus yang akan menyangkal Dia tiga kali, dan Yudas Iskariot yang akan menjual Dia. Mungkin di pagi hari setelah Yesus disalibkan, murid-muridNya memandang jijik kepada dirinya sendiri mengingat bahwa mereka telah bertindak bodoh. Yesus ingin mereka mengingat bahwa kaki mereka bersih. Ia telah membasuhnya bahkan sebelum mereka berbuat dosa.

Kembali ke kisah nyata yang tadi, sepasang kekasih itu mengikuti petunjuk dari seorang konselor. Mereka mengambil cuti sepuluh hari dan melakukan perjalanan, menghabiskan waktu berdua. Di hari terakhir perjalanan mereka, sang suami menemukan kartu yang diletakkan diatas bantalnya dan tercetak tulisan “I’d better do nothing with you, than do something without you”. Di balik kartu itu istrinya menulis:  

I forgive you. I love you. Let’s move on.

Sang suami yang bersalah tidak layak menerima pengampunan semacam itu. Tidak ada seorangpun yang layak untuk menerima pengampunan, juga di ruang perjamuan malam itu selain Ia yang membasuh kaki murid-muridnya. Mungkin kamu berpikir bahwa ini terlalu sulit. Lukanya terlalu dalam, terlalu pahit. Mengingat wajah orang itu saja sudah menusuk hati rasanya. Namun belajarlah dari Konselor kita. Ia memberikan kita sebuah teladan bahwa hubungan dapat diselamatkan bukan karena yang bersalah dihukum, tetapi karena yang tidak bersalah menunjukkan belas kasihannya. Yesus membasuh kakimu untuk dua alasan. Pertama untuk menunjukkan bahwa Ia menerimamu seberapa besar pun kesalahanmu kepadaNya. Kedua, agar kamu memberikan dengan cuma-cuma apa yang telah kamu terima dengan cuma-cuma.

Beberapa konflik dapat diselesaikan hanya dengan air dalam sebuah wadah dan handuk dipinggang. Ada sebagian hal di sekitarmu yang membutuhkan belas kasihanmu untuk dapat bertahan, dan Yesus telah menunjukkan caranya kepadamu.

Sekarang, dapatkah kamu melakukan hal yang sama?

Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu

 – Yohanes 13:14-15 –