Mengenal Hati Tuhan

  |  

“Para pemungut cukai dan orang-orang berdosa biasanya datang kepada Yesus untuk mendengarkan Dia. Maka bersungut-sungutlah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, katanya: “Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka.” Lukas 15:1-2

Kata ‘biasanya’ diatas, membuat saya berpikir life style seperti apa yang Yesus lakukan sehingga orang-orang yang dikucilkan suka mendengarkan Dia. Mungkin bagi mereka, Yesus adalah pribadi yang baik dan mau menerima mereka yang hina dan berdosa itu apa adanya, tapi lebih dari itu, pribadi Yesus juga seperti sebuah magnet yang melekat dihati dan perkataanNya bagaikan sebuah madu yang manis dan menarik, sehingga orang berdosa pun merasa senang saat datang dan duduk di dekatNya. Namun, tidak semua orang merasakan hal seperti itu. Orang-orang farisi dan ahli-ahli taurat rupanya tidak menyukai hal tersebut. Mereka tidak tahu betapa berharganya orang-orang berdosa itu bagi Yesus.

Seberapa berharganya yang hilang akan terlihat dari reaksi kita saat menemukannya. Ketika kita kehilangan kancing baju, kita mungkin hanya akan mencarinya sebentar dan memilih berhenti saat tidak berhasil menemukannya. Akan berbeda jika yang hilang adalah sebuah berlian, kita pasti tidak akan berhenti mencari sampai berhasil menemukannya. Hal tersebut menggambarkan bahwa seberapa berharganya barang yang hilang itu akan mempengaruhi sebesar apa daya dan upaya yang akan kita kerahkan untuk menemukannya kembali. Seperti kutipan ayat berikut “Lalu Ia mengatakan perumpamaan ini kepada mereka: “Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya?” – Lukas 15:4. Kata ‘sampai’ disinibisa bermakna ‘harus berhasil didapatkan kembali’. Itu adalah bentuk hati Tuhan pada setiap kita. Dia tidak akan berhenti sampai Dia menemukan kita kembali. Dia akan mencari kita sampai Dia berhasil membawa kita kembali.

Seperti sebuah perumpamaan yang sering kita dengar, Anak yang Hilang. Saat anak bungsu meminta bagian warisannya, padahal ayahnya belum meninggal dunia, ayahnya memberikan bagian warisannya dan anaknya bergegas pergi meninggalkan rumahnya.  Sebenarnya bagaimana perasaan ayahnya saat itu? Apakah kita pernah membayangkannya?

 Ayah yang tidak mencegah permintaan anaknya dan tidak berusaha menghalangi anaknya meninggalkan rumahnya. Tentu adalah ayah yang merelakan anaknya dengan hati yang hancur. Ayah yang mungkin karena terlalu mencintai anaknya, rela melakukan apa saja untuk anaknya, meskipun ia tahu anaknya pasti memilih meninggalkannya. Mungkin itu pula yang sering kita alami saat ini, “kita merasa mengapa Tuhan tidak pernah mencegah kita, padahal mungkin hal yang kita perbuat itu salah atau mengapa Tuhan tidak berusaha menghalangi kita padahal dosa sudah mengintip di sebrang sana?”.

Sebenarnya hati Tuhan hancur ketika melihat hidup kita menderita dalam dosa. Dia tidak menghalangi kita, karena Dia memberikan kehendak bebas pada setiap kita: anakNya. Meskipun mungkin kita sudah memilih berlari jauh meninggalkanNya, keluar dari jalan dan rencanaNya, Tuhan tidak akan pernah berhenti menemukan kita kembali. Tuhan kita rela meninggalkan dan melakukan apapun sampai Dia mendapatkan kita kembali. Dia tidak pernah berhenti mengetuk pintu hati kita, sampai kita memutuskan untuk kembali kepadaNya.  Bagaimana dengan kita, maukah kita memilih untuk menyerahkan kembali hidup kita kepadaNya?